Analisis Pemekaran Provinsi Papua dalam Lensa Model Kebijakan Inkremental

Tindakan pemerintah untuk melalukan pemekaran Provinsi Papua merupakan sepenuhnya kebijakan publik. Di mana kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (Dye, 2021). Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemekaran wilayah di tanah Papua merupakan salah satu upaya untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan diharapkan akan mempermudah jangkauan pelayanan di tanah papua yang luas (Kementerian PANRB, 2022).
Namun ada pihak yang kontra dengan kebijakan pemerintah. Dilansir dari (Sucahyo, 2022) Aktivis Hak Asasi Manusia, Yones Douw, mengakui konflik masih terus berlanjut di Papua, dan pemekaran daerah bukan menjadi jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya berkaca pada pemekaran kabupaten yang pernah dilakukan di Papua, pembangunan tetap tidak berjalan, imbuhnya.
Fenomena seperti ini menimbulkan dilemma dan tantangan dalam proses membuat kebijakan publik. Selalu ada hal yang dipertimbangkan dan dipikirkan yang terkadang tidak bisa setiap saat memenuhi keinginan semua orang.
Dalam mengkaji kebijakan pemekaran Provinsi Papua, dapat dilakukan dengan menampilkan bagian tertentu yang problematis secara sederhana. Yakni melalui model kebijakan, yang merupakan penggambaran dari realita. Salah satunya adalah model inkremental, yang menganggap isu pemekaran Provinsi Papua sebagai variasi dari kelanjutan kebijakan desentralisasi yang ada di Indonesia.
Urgensi Pemekaran Daerah
Masyarakat Papua secara kolektif terbagi menjadi bagian-bagian masyarakat politik yang tunduk terhadap kekuasaan administratif setingkat lokal seperti kabupaten/distrik dan provinsi. Sejak 30 Juni 2022, Provinsi Papua mengalami pemekaran yang membentuk tiga provinsi baru. Provinsi Papua Selatan melalui Undang-undang No 14 Tahun 2022, Provinsi Papua Tengah melalui Undang-undang No 15 Tahun 2022 dan Provinsi Papua Pegunungan melalui Undang-undang No 16 Tahun 2022.
Dalam konteks pemekaran Provinsi Papua ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian. Provinsi Papua, tidak sering mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat dalam bidang pembangunan ekonomi, pengadaan infrastruktur dan pelayanan publik yang ketiganya berkontribusi dalam mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
Perhatian dalam hal ini penting karena wilayah Papua masih jauh tertinggal daripada wilayah lain. Pada tahun 2018, masih terdapat 26 kabupaten/kota yang berstatus SDM “rendah”, di mana sebagian besar diantaranya berada di Provinsi Papua dan Papua Barat (Badan Pusat Statistik, 2019).

Apabila ditinjau dari indeks pembangunan manusia (IPM), Provinsi Papua merupakan yang terendah dengan meraih status IPM ‘sedang’ sebesar 60,84 poin, di susul oleh Provinsi Papua Barat sebesar 64,70 poin (Kumparan, 2020). Hal ini menunjukkan komitmen penguasa dalam membangun sumber daya manusia (SDM) di Papua masih kurang. Masalah ini menjadi salah satu fokus isu yang hendak diselesaikan oleh pemerintah.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan pada dasarnya cenderung berbuat secara inkremental daripada melakukan tinjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang sudah dibuat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keterbatasan. Sebagai sebuah institusi, pemerintah mengakomodasi banyak kepentingan tetapi memiki keterbatasan dalam melaksanakan tugasnya. Keterbatasan waktu dan biaya menjadi salah satu penyebabnya, dengan masalah kesejahteraan masyarakat yang perlu segera diselesaikan.
Pemerintah memandang pemekaran daerah menjadi solusi yang saat ini ada dan dapat diterapkan. Cara tersebut lebih diminati daripada harus melakukan evaluasi yang menyeluruh atas kebijakan terdahulu yang tentunya akan menelan banyak biaya dan sumber daya.
Perilaku pemerintah untuk menerapkan kebijakan pemekaran terhadap daerah yang dianggap perlu mendapat booster pembangunan seakan menjadi sebuah pola. Hal ini sering dilakukan oleh pemerintah pusat sejak Indonesia merdeka sampai terakhir dilakukannya pemekaran daerah di Provinsi Papua.
Kedua, Provinsi Papua adalah daerah kaya sumber daya dan multietnis yang ditakdirkan memiliki perbedaan yang cukup signifikan daripada wilayah Indonesia lain. Segala bentuk eksperimentasi kebijakan publik yang revolusioner memunculkan kekhawatiran akan adanya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah ada sebelumnya.
Pengambilan keputusan untuk memilih kebijakan pemekaran juga merupakan mekanisme untuk menghindari perdebatan daripada melewati proses negosiasi untuk merumuskan kebijakan baru. Sebelum adanya pemekaran daerah, wilayah Papua dikenal sebagai wilayah rawan konflik baik konflik antar suku sampai dengan konflik yang muncul akibat kelompok separatis kemerdekaan. Kekhawatiran ini mendorong pemerintah untuk mengambil langkah aman berupa menerapkan pemekaran daerah yang di mana kebijakan ini sudah pernah diterapkan sebelumnya di daerah lain dan cenderung meminimalisir risiko.
Ketiga, lambatnya pembangunan infrastruktur dan perkembangan ekonomi di Papua salah satunya disebabkan oleh kondisi geografis wilayah ini. Wilayah luas dengan penduduk yang relatif kecil menyebabkan minat investasi berkurang karena minimnya permintaan. Namun hal ini bukan berarti pemerintah bisa mengabaikan masalah kesenjangan pembangunan yang sudah lama terjadi. Karena pemerintah juga memiliki kuasa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengadaan infrastruktur.

Pemerintah di masa Presiden Joko Widodo merencanakan ambisi untuk membangun Papua. Terjadi peningkatan yang relatif menunjukkan tren positif dalam pembangunan di Papua dari indikator Pendidikan dan IPM (Badan Pusat Statistik, 2017). Dampak dari tren positif pembangunan ini berusaha dipertahankan dan ditingkatkan oleh pemerintah. Usaha untuk meningkatkan dampak dari pembangunan ini dilakukan dengan pemekaran daerah.
Langkah ini merupakan usaha untuk mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk melanjutkan pembangunan di sana. Terbentuknya susunan administratif setingkat provinsi yang bertanggung jawab atas wilayah yang lebih kecil memungkinkan proses pelayanan publik menjadi lebih efisien. Selain itu adanya perangkat pemerintahan yang baru ni juga diharapkan mempermudah pemerintah pusat melalukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
Isu pemekaran Provinsi Papua dapat menjadi sebuah isu merupakan berkat dari suatu konstruksi mental atas dasar pemahaman dan spesifikasi keadaan yang dianggap problematis. Masalah kesenjangan pembangunan infrastrukur dan ekonomi menjadi tantangan yang perlu diselesaikan.
Pemerintah dengan kebijakan pemekaran Provinsi Papua berusaha perlahan mengurai permasalahan yang ada. Maka demikian tindakan yang perlu diambil adalah mempercepat dan memastikan kesiapan sumber daya untuk mendukung terselenggaranya proses politik yang efisien dan berbasis pada sistem yang terbuka.
Sumber daya tidak hanya infrastruktur pemerintahan seperti kantor dan papan nama bangunan, namun lebih kepada kesiapan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kesehatan yang dibarengi dengan pelayanan umum serta birokrasi yang efektif.
Catatan Khusus
Analisis kebijakan pemekaran Provinsi Papua menggunakan model inkremental membantu untuk memahami dinamika perumusan kebijakan secara bertahap dengan mengenali keterbatasan yang melekat dalam proses pembuatannya. Namun, tetap berusaha mempertahankan hasil yang sudah ada dan meningkatkannya dengan kebijakan yang merupakan kelanjutan dari modifikasi kebijakan sebelumnya.
Kebijakan publik tentunya diharapkan memberi dampak sesuai dengan ekpektasi. Namun, harus ada kesadaran bahwa tidak ada satu keputusan atau solusi yang benar untuk setiap masalah. perkembangan sedikit demi sedikit secara teratur yang ditawarkan oleh model incremental dapat menjadi alternatif kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah kesenjangan di Papua.
Pemerintah menyediakan ruang politik baru melalui pemekaran dan ruang tersebut dipakai untuk menyelesaikan masalah dan mengakomodasi kepentingan publik yang beragam. Di samping itu diperlukan kesiapan sumber daya yang cukup untuk melakukan sebuah improvement.
Daftar Pustaka
Dye, Thomas R. (2021). Understanding Public Policy, 15th Edition. Florida State University:Pearson
Badan Pusat Statistik. (2017). Indikator Pembangunan Provinsi Papua 2016. Badan Pusat Statistik. https://papua.bps.go.id/publication/2017/10/12/745f94ce777792c0cf9c05ab/indikator pembangunan-provinsi-papua-2016.html
Badan Pusat Statistik. (2019). Indeks Pembangunan Manusia 2018. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/publication/2019/08/27/34432798c6ae95c6751bfbba/indeks-pem
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2022). Presiden Jokowi: Pemekaran Wilayah di Papua untuk Pemerataan Pembangunan. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/presiden-jokowi-pemekaran wilayah-di-papua-untuk-pemerataan-pembangunan
Kumparan. (2020). Pembangunan Manusia di Papua Terendah se-Indonesia | kumparan.com. Kumparan.https://kumparan.com/kumparanbisnis/pembangunan-manusia-di-papua terendah-se-indonesia-1srFEyMKIPh
Sucahyo, N. (2022). Menjaga Pro-Kontra Pemekaran Papua Agar Tak Jadi Bara. VOA Indonesia. https://www.voaindonesia.com/a/menjaga-pro-kontra-pemekaran-papua-agar tak-jadi-bara-/6608025.html